Sabtu, 16 Oktober 2010

Deregulasi Perbankan

Dibawah ini adalah beberapa contoh Dergulasi yang pernah dilakukan di Perbankan Indonesia,dilengkapi dengan analisis saya ;
·         1 Juni Tahun 1983
Pemerintah mengeluarkan kebijakan deregulasi di sektor moneter, khususnya perbangkan, lewat kebijakan 1 Juni 1983. Deregulasi ini menyangkut tiga segi: peningkatan daya saing bank pemerintah, penghapusan pagu kredit, dan pengaturan deposito berjangka. Dalam ketentuan itu, bank pemerintah bebas menentukan suku bunga deposito serta suku bunga kredit. Langkah ini dimaksudkan agar masyarakat yang memiliki dana nganggur tertarik untuk menyimpan di bank pemeintah. Sebab pada saat itu, suku bunga yang ditawarkan oleh bank swasta lebih tinggi ketimbang bank pemerintah. Yaitu 18 persen, sementara bank pemerintah hanya 14-15 persen.
ð  Analisis :
Dalam hal ini sangat terlihat sekali bahwa Bank Pemerintah Kalaha bersaing dengan Bank Swasta. Sehingga banyak orang yang lebih memilih menabung di Bank-bank Swasta. Namun tidak hanya hal itu saja pada Zaman Tersebut masih banyak masyarakat yang enggan menaruh uangnya di bank karena terlalu banyak potongan.
  • 27 Oktober 1988 (Pakto 88)
            Inilah tahun booming dunia perbankan Indonesia. Bayangkan, hanya dengan modal Rp 10 milyar, seorang pengusaha punya pengalaman atau tidak sebagai bankir, sudah bisa mendirikan bank baru. Maka, tak pelak lagi berbagai macam bentuk dan nama bank baru bermunculan bagai jamur di musim hujan. Itulah salah satu bentuk kebijakan deregulasi 27 Oktober 1988, atau yang dikenal dengan sebutan Pakto 88. Tak hanya itu, bank asing yang semula hanya beroperasi di Jakarta, kini bisa merentangkan sayapnya ke daerah lain di luar Jakarta. Sementara untuk mendirikan bank perkreditan, modal yang disetor menurut Pakto 88, hanya Rp 50 juta seseorang sudah bisa punya bank BPR.
ð  Analisis
Ini merupakan titik balik dari banyaknya bank-bank yang muncul di Indonesia, hal ini disebabkan karena sangat mudah untuk mendirikan bank hanya dengan modal 10 milyar atau 50 juta untuk BPR. Hal ini sangat menarik untuk orang-orang yang memiliki dana untuk mendirikan suatu bank. Tetapi menurut saya ini sangat tidak baik karena menyebabkan banyak orang yang tidak mengerti bank secara mendalam berani membuat sebuah bank. Akibatnya banyak sekali bank yang dilikuidasi.

  • Februari 1991
tugasnya adalah berupaya mengatur pembatasan dan pemberatan persyaratan perbankan dengan mengharuskan dipenuhinya persyaratan permodalan minimal 8 persen dari kekayaan. Yang diharapkan dalam paket itu adalah akan adanya peningkatan kualitas perbankan Indonesia. Dengan mewajibkan bank-bank memenuhi aturan penilaian kesehatan bank yang mempergunakan formula kriteria tertentu,

ð  Analisis
Kebijajkan ini di ambil untuk mengurangi bank-bank yang koleps  karena kurang modal, sehingga tidak semudah dulu lagi untuk mendirikan suatu bank.
  • UU Perbankan baru bernomor 7 tahun 1992
Yang disahkan oleh Presiden Soeharto pada 25 Maret 1992. Undang Undang itu merupakan penyempurnaan UU Nomor 14 tahun 1967. Intinya, UU itu menggarisbawahi soal peniadaan pemisahan perbankan berdasarkan kepemilikan. Kalau UU yang lama secara tegas menjelaskan soal pemilikan bank/pemerintah, pemerintah daerah, swasta nasional, dan asing. Mengenai perizinan, pada UU lama persyaratan mendirikan bank baru ditekankan pada permodalan dan pemilikan. Pada UU yang baru, persyaratannya meliputi berbagai unsur seperti susunan organisasi, permodalan, kepemilikan, keahlian di bidang perbankan, kelayakan kerja, dan hal-hal lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan pertimbangan Bank Indonesia.
ð  Analisis
Kebijakan ini hanya teerlihat untuk kepemilikan bank tersebut, sehingga tidak terjadi lagi monopoli. Jadi bank-bank sesuai pada kreiterianya masing-masing, persaingan pun makin sulit pada zaman ini.
  • Paket 29 Mei 1993(Pakmei).
Dengan Pakmei itu, pemerintah berharap mengucurkan kredit, sehingga dunia usaha tidak lesu lagi dan industri otomotif bisa bergairah kembali. Disebutkan dalam Pakmei ini pencapaian CAR (capital adiquacy ratio)-- atau perimbangan antara modal sendiri dan aset -- sesuai dengan ketentuan adalah 8 persen. Kemudian penyempurnaan lain pada paket itu adalah ketentuan loan to deposit ratio (LDR).
ð  Analisis
Hal ini sangat membantu untuk usaha-usaha terutama usaha kecil menengah karena medapatkan kucuran dana.
  • Peraturan Pemerintah (PP) No. 68 tahun 1996
Yang ditanda tangani Presiden RI pada 3 Desember 1996. Belajar dari pengalaman Bank Summa, PP ini sangat menguntungkan para nasabah karena nasabah bank akan tahu persis rapor banknya. Dengan begitu, mereka bisa ancang-ancang jika suatu saat banknya sedang goyah atau bahkan nyaris pailit.

ð  Analisis
Hal ini benar-benar membuat nasabah sangat senang, karena nasabah dapt melihat keadaan bank sebenarnya. Jadi ketika bank mengalami goyang nasbah dapat mengambil ancang-ancang untuk mengambil dananya di bank tersebut, sebelum dilikiudasi.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar